Sabtu, 30 April 2011

Terminasi Kehamilan

DILATASI & KURETASE


cilation and curretege Tindakan ginekologik untuk mengakhiri kehamilan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi yang dikerjakan melalui tindakan kuretase tanpa atau disertai dengan dilatasi kanalis servikalis terlebih dulu ( D & C ).
Aborsi elektif atau “voluntary” adalah terminasi kehamilan sebelum “viability” atas kehendak pasien dan tidak berdasarkan alasan medik.

Indikasi

pengosongan uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu :
  1. Menghentikan perdarahan pervaginam pada peristiwa abortus spontan
  2. Kematian janin intra uterine ( IUFE-intra uterine fetal death)
  3. Kelainan kongenital berat yang menyebabkan gangguan anatomis atau gangguan mental hebat
  4. Mola hidatidosa
  5. Kelainan medik yang menyebabkan seorang wanita tidak boleh hamil:
    1. Penyakit jantung,
    2. Penyakit hipertensi yang berat,
    3. Carcinoma cervix invasif
  6. [Psikososial misalnya pada korban perkosaan atau “incest” yang menjadi hamil]
  7. [Kegagalan kontrasepsi]

Persiapan tindakan:

  1. Anamnesa, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik
  2. Penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan tindakan dan komplikasi yang mungkin terjadi
  3. Penentuan jenis kontrasepsi yang akan digunakan pasca tindakan
  4. “Informed consent” dari pasien dan suami [atau keluarga]

TEHNIK ABORSI

Pembedahan

  1. Dilatasi servik yang dilanjutkan dengan evakuasi:
    1. Kuretase
    2. Aspirasi vakum (suction curettage)
    3. Dilatasi dan evakuasi
    4. Dilatasi dan ekstraksi
  2. Menstrual aspiration
  3. Laparotomi:
    1. Histerotomi
    2. Histerektomi

Medikamentosa

  1. Oksitosin intravena
  2. Cairan hiperosmolar intra amniotik:
    1. Saline 20%
    2. Urea 30%
  3. Prostaglandine E2, F2α, E1 dan analoognya
    1. Injeksi intra amniotik
    2. Injeksi ekstra ovular
    3. Insersi vagina
    4. Injeksi parenteral
    5. Peroral
  4. Antiprogesterone- RU 486 ( mifepristone) dan epostane
  5. Methrotexate- intramuskular dan peroral
  6. Kombinasi bahan-bahan diatas

Perbandingan antara Tehnik Pembedahan dengan tehnik Medikamentosa :

Tehnik
ABORSI MEDIKAMENTOSA
Tehnik
ABORSI BEDAH
Bukan prosedur yang invasif
Selalu tidak menggunakan anaesthesia
Memerlukan lebih dari dua kunjungan
Berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu
Dapat digunakan pada awal kehamilan
Angka keberhasilan 95%
Memerlukan tindak lanjut untuk memastikan bahwa telah terjadi abortus secara lengkap
Memerlukan partisipasi dari pasien pada semua langkah terapi
Prosedur invasif
Bila dipandang perlu, dapat diberikan sedasi / anestesi
Umumnya hanya satu kali kunjungan saja
Berlangsung dalam waktu yang tidak dapat diramalkan
Dapat digunakan pada awal kehamilan
Angka keberhasilan 99%
Tidak selalu memerlukan tindak lanjut untuk memastikan bahwa abortus sudah lengkap
Partisipasi pasien hanya pada satu tahapan saja

DILATASI DAN KURETASE

  1. Bila masih memungkinkan dan dianggap perlu, tindakan untuk memperlebar kanalis servikalis dilakukan dengan pemasangan batang laminaria dalam kanalis servikalis dalam waktu maksimum 12 jam sebelum tindakan kuretase.
  2. Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatator Hegar yang terbuat dari logam dari berbagai ukuran (antara 0.5 cm sampai 1.0 cm)
  3. Setelah persiapan operator dan pasien selesai, pasien diminta untuk berbaring pada posisi lithotomi setelah sebelumnya mengosongkan vesica urinaria.
  4. Perineum dibersihkan dengan cairan antiseptik
  5. Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan untuk menentukan posisi servik, arah dan ukuran uterus serta keadaan adneksa
  6. Spekulum dipasang dan bibir depan porsio dijepit dengan 1 atau 2 buah cunam servik.
clip_image002
Gambar 11.1 : Spekulum vagina dipasang dan dipegang oleh asisten, sonde uterus dimasukkan kedalam cavum uteri untuk menentukan arah dan kedalaman uterus
clip_image002[4]
Gambar 11.2 : Dilatator hegar dijepit diantara ibu jari da jari telunjuk tangan kanan dan dimasukkan kedalam uterus secara hati-hati dan sistematis (mulai dari ukuran diameter terkecil
  1. Gagang sonde dipegang antara ibu jari dan telunjuk tangan kanan dan kemudian dilakukan sondage untuk menentukan arah dan kedalaman uterus
  2. Bila perlu dilakukan dilatasi dengan dilatator Hegar
  3. Jaringan sisa kehamilan yang besar diambil terlebih dulu dengan cunam abortus
  4. Sendok kuret dipegang diantara ujung jari dan jari telunjuk tangan kanan ( hindari cara memegang sendok kuret dengan cara menggenggam ), sendok dimasukkan ke kedalam uterus dalam posisi mendatar dengan lengkungan yang menghadap atas.
clip_image002[8]
Gambar 11.3 : Sendok uterus dimasukkan secara mendatar dengan lengkungan menghadap atas dan kuretase dikerjakan secara sistematis ( searah jarum jam dan meliputi seluruh cavum uteri )
clip_image002[10]
Gambar 11.4 : Pengeluaran sisa kehamilan

Regimen Aborsi Medikamentosa Untuk Kehamilan Muda :

  • Mifepristone + Misoprostol
    • Mifepristone 100 – 600 mg p.o diikuti dengan
    • Misoprostol 400ug p.o atau 800 ug per vaginam dalam waktu 6 – 72 jam
  • Methrotexate + Misoprostol
    • Methrotexate 50 mg/m2 i.m atau p.o, diikuti dengan :
    • Misoprostol 800 ug per vaginam dalam waktu 3 – 7 hari dan bila perlu diulang dalam waktu 1 minggu kemudian setelah pemberian methrotexate pertama
( Data dari ACOG 2001b, Borgatta 2001; Creinin 2001,2004 ; Pymar 2001, Schaff 2000, von Hertzen 2003; Wiebe 1999, 2002 )

ABORSI PADA TRIMESTER KEDUA

METODE NON INVASIF

  1. Oksitosin intravena dosis tinggi
  2. Prostaglandine E2 suppositoria
  3. Prostaglandine E1 (misoprostol) peroral

OKSITOSIN DOSIS TINGGI

  • Berhasil pada 80 – 90% kasus
  • Pemberian 50 unit oksitosin dalam 500 ml PZ selama 3 jam

PROSTAGLANDINE E2

  • 20 mg Prostaglandine E2 intravaginal pada fornix posterior
  • Efek samping : mual dan muntah, demam dan diare

PROSTAGLANDINE E1

  • 600 ug intra vagina diikuti dengan pemberian 400 ug setiap 4 jam
  • Ramsey dkk (2004) : tehnik ini lebih efektif dibandingkan oksitosin infuse dosis tinggi

Rujukan :
  • Cunningham FG (editorial) : Induction of labor in “William Obstetrics” 22nd ed p 536 – 545 , Mc GrawHill Companies 2005

INDUKSI PERSALINAN

dr.Bambang Widjanarko, SpOG

Angka tindakan pemberian oksitosin baik dengan tujuan induksi persalinan atau mempercepat jalannya persalinan (augmentation labor atau akselerasi persalinan) meningkat dari 20% pada tahun 1989 menjadi 38% pada tahun 2002.
Pembahasan berikut ini menyangkut deskripsi berbagai tehnik pematangan servik dan sejumlah skema induksi atau akselerasi persalinan.

KONSEP UMUM

INDUKSI PERSALINAN ELEKTIF

Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar.
Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian sectio caesar 2 – 3 kali lipat.
Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian.
Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( ≥ 38 minggu) perlu pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.

INDUKSI PERSALINAN ATAS INDIKASI

Tindakan induksi persalinan dilakukan bila hal tersebut dapat memberi manfaat bagi ibu dan atau anaknya.
INDIKASI:
  1. Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis
  2. Pre eklampsia berat
  3. Ketuban pcah dini tanpa diikuti dengan persalinan
  4. Hipertensi
  5. Gawat janin
  6. Kehamilan postterm
KONTRA INDIKASI:
  1. Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural)
  2. Grande multipara
  3. Plasenta previa
  4. Insufisiensi plasenta
  5. Makrosomia
  6. Hidrosepalus
  7. Kelainan letak janin
  8. Gawat janin
  9. Overdistensi uterus : gemeli dan hidramnion
  10. Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:
    • Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit)
    • Infeksi herpes genitalis aktif
    • Carcinoma cervix uteri

PEMATANGAN SERVIK PRA INDUKSI PERSALINAN

Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan induksi persalinan.
Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif dengan “BISHOP SCORE” yang dapat dilihat pada tabel 13.1
Nilai > dari 9 menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka keberhasilan induksi persalinan yang tinggi
Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan baik.
Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan memiliki servik yang tidak “favourable” ( Skoring Bishop < 4 ) untuk dilakukannya induksi persalinan.
Tabel 10.1 Sistem Skoring Servik “BISHOP” yang digunakan untuk menilai derajat kematangan servik

Sistem Skoring Servik

METODE PEMATANGAN SERVIK MEDIKAMENTOSA

Prostaglandine E2

Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus intraservikal dengan dosis 0.5 mg.
Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil).
Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin.
Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian prostaglandine E2.
Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang mendapat prostaglandine suppositoria.

Prostaglandine E1

Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg.
Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat.
Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 µg.
Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50 µg ( 200 µg ).
Dosis 50 µg sering menyebabkan :
  • Tachysystole uterin
  • Mekonium dalam air ketuban
  • Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 µg per vaginam

METODE PEMATANGAN SERVIK MEKANIS

  1. Pemasangan kateter transervikal
  2. Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria )
  3. “stripping” of the membrane

Pemasangan kateter Foley transervikal.

Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban pecah dini atau infeksi.
Tehnik:
  • Pasang spekulum pada vagina
  • Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan cunam tampon.
  • Pastikan ujung kateter telah melewati osttium uter internum
  • Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air
  • Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina
  • Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam
  • Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan infuse oksitosin.
Dilatator servik higroskopik
Dilakukan dengan batang laminaria.
Dilakukan pada keadaan dimana servik masih belum membuka.
Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis.
12 – 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase.
clip_image002[4]
Gambar10-1:
  1. Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis
  2. Laminaria mengembang
  3. Ujung laminaria melebihi ostium uteri internum (pemasangan yang salah)
  4. Ujung laminaria tidak melewati ostium uteri internum (pemasangan yang salah)

Stripping of the membrane”

Metode efektif dan aman untuk mencegah kehamilan posterm.
Menyebabkan peningkatan kadar Prostaglandine serum.

INDUKSI & AKSELERASI PERSALINAN

Dilakukan dengan menggunakan oksitosin sintetis.
Induksi persalinan dan akselerasi persalinan dilakukan dengan cara yang sama tapi dengan tujuan yang berbeda.
Induksi Persalinan (induction of labour): merangsang uterus untuk mengawali proses persalinan.
Akselerasi Persalinan (augmented of labour) : merangsang uterus pada proses persalinan untuk meningkatkan frekuensi – durasi dan kekuatan kontraksi uterus [HIS].
Pola persalinan yang BAIK adalah bila terdapat 3 HIS dalam 10 menit dengan masing-masing HIS berlangsung sekitar 40 detik.
Bila selaput ketuban masih utuh, dianjurkan bahwa sebelum melakukan induksi atau akselerasi persalinan terlebih dahulu dilakukan Pemecahan Selaput Ketuban (ARM ~ Artificial Rupture of Membranes atau amniotomi)

AMNIOTOMI

Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses berikut:
  • Cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun;
  • Produksi prostaglandine, sehingga merangsang proses persalinan;
  • HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat ( bila sudah inpartu)

Tehnik :

clip_image002[6]
  • Perhatikan indikasi
  • CATATAN : Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, pertahankan selaput ketuban selama mungkin untuk mengurangi resiko penularan HIV perinatal
  • Dengar dan catat DJJ
  • Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling menjauh dan kedua lutut terbuka
  • Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan untuk menilai konsistensi – posisi – dilatasi dan pendataran servik
  • Masukkan “amniotic hook” kedalam vagina
  • Tuntun “amniotic hook” kearah selaput ketuban dengan menyusuri jari-jari dalam vagina
  • Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan selaput ketuban dengan ujung instrumen
  • Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati cairan amnion yang keluar
  • Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah HIS
  • Bila DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi GAWAT JANIN .
  • Bila persalinan diperkirakan TIDAK TERJADI DALAM 18 JAM berikan antibiotika profilaksis untuk mengurangi kemungkinan infeksi GBS pada neonatus:
  • Penicillin G 2 juta units IV; atau Ampicillin 2 g IV, tiap 6 jam sampai persalinan; Bila tidak ditemukan gejala infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotika
  • Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan MULAILAH PEMBERIAN OKSITOSIN INFUS
  • Bila indikasi induksi persalinan adalah PENYAKIT MATERNAL IBU YANG BERAT ( sepsis atau eklampsia) mulailah melakukan infuse oksitosin segera setelah amniotomi.

Komplikasi amniotomi:

  1. Infeksi
  2. Prolapsus funikuli
  3. Gawat janin
  4. Solusio plasenta

TEHNIK PEMBERIAN OKSITOSIN DRIP

  1. Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri
  2. Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.
  3. Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut jantung janin
  4. Catat semua hasil penilaian pada partogram
  5. 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% (atau PZ) dan diberikan dengan dosis awal 10 tetes per menit.
  6. Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai kontraksi uterus yang adekuat.
  7. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali kontraksi per 10 menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan pemberian:
    1. Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau
    2. Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit
  8. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit:
  9. Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% (atau PZ) dan sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per menit (15mU/menit)
  10. Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit.

Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi tersebut maka:

  • Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan sectio caesar.
  • Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu :
    • 10 Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes permenit
    • Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai kontraksi uterus adekuat.
    • Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih tidak adekuat maka induksi dianggap gagal dan lakukan Sectio Caesar.

Jangan berikan oksitosin 10 Unit dalam 500 ml Dextrose 5% pada pasien multigravida dan atau penderita bekas sectio caesar

Rujukan :

  1. Bujold E, Blackwell SC, Gauthier RJ: Cervical ripening with transervical foley catheter and the risk of uterine rupture. Obstet Gynecol 103:18, 2004
  2. Culver J, Staruss RA,Brody S, et al: A randomized trial comapring vaginal misoprostol versus Foley catheter with concurrent oxytocin for labor induction in nulliparous women. Am J Perinatol 21:139, 2004
  3. Cunningham FG (editorial) : Induction of labor in “William Obstetrics” 22nd ed p 536 – 545 , Mc GrawHill Companies 2005
  4. Guinn DA et al : Extra-amniotic saline infusion, laminaria, or prostaglandine E2 gel for labor induction with unfavourable cervix: A randomized trial. Obstet Gynecl 96:106, 2000
  5. HoffmanMK, Sciscione AC : Elective induction with cervical ripening increase the risk of caesarean delivery in multiparous women. Obstet Gynecol 101:7S, 2003
  6. Saiffudin AB (ed): Induksi dan Akselerasi persalinan dalam “Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal” YBPSP,Jakarta, 2002
  7. Smith KM, Hoffman MK, Sciscione A: Elective induction of labor in nulliparous women increase the risk of caesarean delivery. Obstet Gynecol 101, 45S, 2003

1 komentar: