Sabtu, 30 April 2011

Perdarahan Pada Kehamilan Muda

PENYAKIT TROFOBLAS GESTASIONAL




• Penyakit yang jarang terjadi
• Potensi mengalami perubahan keganasan
• Dengan pengobatan 90% dapat sembuh dengan baik
KLASIFIKASI NEOPLASMA TROFOBLASTIK
  1. PENYAKIT TROFOBLAS BENIGNA ( mola hidatidosa )
    1. Mola Hidatidosa Komplet
    2. Mola Hidatidosa Partialis
    3. Degenerasi hidropik trofoblas
  2. PENYAKIT TROFOBLAS PERSISTEN ( sering maligna )
    1. Mola Invasif ( terbatas di uterus )
    2. Choriocarcinoma ( menyebar keluar uterus )

Tumor mengganti struktur plasenta sebagian ( partial ) atau secara total
  1. Bentuk TOTAL:
    1. Degenerasi hidrofik
    2. Pembentukan vesikel dan proliferasi trofoblas
    3. Pembuluh darah janin dalam vilus (-)
  2. Bentuk PARTIAL :
    1. Terdapat janin
    2. Sebagian plasenta menunjukkan perubahan seperti Yang ditemukan pada bentuk yang sempurna
    3. Jarang mengalami keganasan ( 0.05% )

clip_image002
Gelembung mola
Sejumlah vili chorialis memiliki panjang sekitar 3 cm


VILLI CHORIALIS :
  • Proliferasi trofoblas pada sitotrofoblas ( sel Langhan ) dan sinsitiotropoblas
  • Perubahan hidropik stroma dan pembentukan sisterna
  • Pembuluh darah janin (-)
MOLA HIDATIDOSA TOTALIS
  1. Perubahan hidatidiform total tanpa adanya sirkulasi janin
  2. Proliferasi sel trofoblas jelas terlihat
  3. Kariotipe : 46 XX berasal sepenuhnya dari paternal.
  4. Fertilisasi oleh sperma Haploid 23 xx yang mengalami duplikasi tanpa pembelahan sel.
  5. Sering mengalami perubahan keganasan
MOLA HIDATIDOSA PARTIALIS
  1. Terdapat sirkulasi janin
  2. Perubahan hidatidiform variabel
  3. Proliferasi trofoblas derajat sedang
  4. Kariotipe abnormal : 69 XXX atau XXY
  5. Jarang berubah menjadi ganas
clip_image003
Mola Hidatidosa Parsialis


ETIOLOGI MOLA HIDATIDOSA :
  • Etiologi pasti ???
  • Usia :
    • – Usia <20> 45 tahun
    • – Paritas tinggi dan malnutrisi
  • Lingkungan :
    • Sosial ekonomi buruk
  • Konstitusi genetik tertentu


GAMBARAN KLINIK
GEJALA :
  1. Perdarahan PERVAGINAM persisten
  2. Hiperemesis :
Kadar hCG tinggi
  1. Pucat dan Dispnoe
  2. Cemas & Tremor :
hCG menyerupai efek TSH yang menyebabkan stimulasi kelenjar thyroid
TANDA :
  1. Pembesaran uterus :
    1. Sering terlihat dengan pembesaran uterus ~ 14 minggu
    2. Sering terlihat Kista Theca Lutein (10% )
  2. Tidak terdengar Detik Jantung Janin
  3. Tidak teraba bagian janin
  4. Tanda Pre eklampsia (+)
  5. Anemia
  6. Kontraksi uterus disertai pengeluaran gelembung mola (diagnosa pasti)
  7. Gejala hipertiroid
Gambaran mikroskopik : MOLA HIDATIDOSA
clip_image005
Macrophotograph of a benign
trophoblastic tumor
( mola hydatiiform ) showing
the distended villi and iregular
trophoblastic proliferatio


UTRASONOGRAFI MOLA HIDATIDOSA
clip_image007
clip_image009
  • Perangkat utama untuk menegakkan diagnosa Mola Hidatidosa
  • Echo dibuat oleh masa gelembung mola yang memberi gambaran : “snow storm “
  • Menyerupai gambaran “septic abortion” atau mioma uteri


hCG pada Mola Hidatidosa :
  • Sel trofoblas memproduksi hCG
  • Kadar hCG-human chorionic gonadotropin sangat tinggi
  • hCG adalah glikoprotein yang memiliki 2 rantai polipeptide.
  • Jenis β hCG adalah khas untuk hCG
  • Kadar hCG mencapai puncaknya pada kehamilan 14 minggu dan setelah itu menurun.
TERAPI
  • Bila datang dengan “mola abortion “ lakukan evakuasi untuk menghentikan perdarahan
  • Bila diagnosa MH ditegakkan, lanjutkan dengan evakuasi uterus dengan “suction curettage” --- hati hati perforasi uterus !!!
  • Pada usia 40 tahun dan atau bila sudah tidak menghendaki anak : HISTEREKTOMI untuk mencegah perubahan “MALIGNANCY”
TINDAK LANJUT
  • Perlu tindak lanjut yang memadai oleh karena 5 – 10% akan persisten dan berubah menjadi ganas.
  • Tindak lanjut :
    1. Pemeriksaan Thorax Foto
    2. Vaginal Toucher atau pemeriksaan ultrasonografi setiap 2 minggu untuk melihat involusi dan pembentukan kista theca lutein
    3. Pemeriksaan hCG sesuai dengan jadwal
clip_image011
Hormonal follow-up of benign trophoblastic disease ( mean and 95% confidence limits )


METASTASE PARU :
clip_image012
X-ray of the lung field may show one large shadow ( cannon ball metastasis ) or numoerous trophoblastic emboli (snow storm)
clip_image014
Gambaran histologis metastase pada paru


JADWAL PEMERIKSAAN FOLLOW-UP MOLA HIDATIDOSA :
  1. Radio immunoassay serum β hCG setiap 7 – 10 hari, bila terdapat penurunan secdara serial maka tidak perlu diberi obat. hCG hilang pada minggu ke 12 – 14
  2. Bila kadar hCG mejadi normal dalam waktu 3 minggu , lanjutkan evaluasi setelah 6 bulan
  3. Bila kadar hCG menjadi normal dalam waktu 6 minggu, hentikan follow-up
  4. Hindari kehamilan selama masa follow-up dengan KB hormonal
  5. Bila kadar hCG plateau 3 kali pemeriksaan berturutan atau meningkat atau terdeteksi metastase (di paru ) berikan methrotexate atau actinomycin D
MOLA INVASIF
dan
CHORIOCARCINOMA

  • Perubahan keganasan mola 1 : 10 kasus biasanya dalam waktu 6 bulan
  • Perubahan keganasan pasca abortus dan pasca persalinan normal = 1 : 5000 kasus
  • Resiko tinggi mengalamai keganasan :
    • Usia > 40 tahun
    • Kadar hCG sangat tinggi > 100.000 IU / ml
    • Ukuran kista Theca Lutein > 6 cm
  • Terapi : kemoterapi dan follow-up
Klasifikasi berbagai degenerasi maligna dari Mola Hidatidosa yang sederhana :
1. Mola Hidatidosa
2. Perubahan neoplastik derajat sedang :
• Invasif mole
• Mola destruktif
• Villous carcinoma
3. Choriocarcinoma
clip_image016
Choriocarcinoma
clip_image018
  • Mola Invasif dan Choriocarcinoma adalah keadaan yang jarang terjadi
  • Gejala & Tanda sama dengan Mola Hidatidosa namun sering disertai dengan metastase lokal atau jauh ( paru : hemoptoe ; perdarahan serebral )
  • Gambaran histologi sangat bervariasi
  • Semakin ganas maka iregularitas seluler semakin nyata dan terdapat aktivitas mitotik yang hebat
  • Choriocarcinoma sering dijumpai pada kehamilan muda disertai dengan mola hidatidosa atau bahkan dengan kehamilan normal.
CHEMOTHERAPY IN MALIGNANT TROPHOBLASTIC DISEASE
clip_image020
PRINCIPLES OF THE MANAGEMENT OF
MALIGNANT TROPHOBLASTIC DISEASE

  1. During treatment the serum levels of β hCG are assayed each week
  2. Provided that the β hCG level continues to fall after a course of chemotherapy , withold further courses
  3. When the β hCG level remain normal for 3 consecutive weeks assay each moth for 6 months
  4. If the β hCG level remains normal for 12 months, discontinue follow-up. Patient should avoid pregnancy throughout this periode
  5. Repeat the course of chenotherapy if the β hCG level plateaus for more than 3 consecutive weeks or rises or if new metastases are detected.
  6. If the β hCG levels plateaus after 3 consecutive courses of chemotherapeutic agent, or if it rises during a course, change to another chemotherapeutic regimen.

Minggu, 06 September 2009

KEHAMILAN EKTOPIK

KEHAMILAN EKTOPIK
dr.Bambang Widjanarko,SpOG
Sebagian besar Kehamilan Ektopik (ectopic gestation) terjadi di tuba falopii namun kadang-kadang ovum yang sudah dibuahi dapat mengadakan implantasi pada permukaan ovarium, servik uteri atau yang sangat jarang adalah pada omentum (menyebabkan “abdominal pregnancy” ). Di negara berkembang, angka kejadian kehamilan ektopik terkesan meningkat menjadi sekitar 1 : 80-150 kehamilan.
Peningkatan angka kejadian ini diperkirakan akibat peningkatan aktivitas seksual bebas dan penyakit menular seksual atau akibat keberhasilan deteksi dini kehamilan ektopik dengan pemeriksaan ultrasonografi.
ETIOLOGI
Etiologi pasti tak diketahui.
Implantasi ovum yang sudah dibuahi hanya berlangsung setelah sebagian atau seluruh zona pellucida menghilang.
Implantasi berlangsung terlalu awal bila terdapat hambatan perjalanan ovum yang sudah dibuahi dalam tuba falopii.
image
Lokasi implantasi kehamilan ektopik berikut prosentasi angka kejadiannya
Implantasi yang menyebabkan kehamilan ektopik ini dapat terjadi di :
  • Ujung fimbriae tuba falopii (17%)
  • Ampula tubae ( 55%)
  • Isthmus tuba falopii (25%)
  • Pars interstitsialis tuba falopii (2%)
FAKTOR RESIKO
  1. Faktor tuba
    • Kehamilan ektopik , 5 – 10 kali lipat pada pasien dengan riwayat salfingitis
    • Perlekatan lumen tuba
    • Kelainan anatomi tuba akibat ekspose Diethyl Stilbesterol - DES intrauteri
    • Riwayat operasi pada tuba falopii termasuk pasca tubektomi
    • Pasca terapi konservatif pada kehamilan ektopik
  2. Kelainan zygote
  3. Faktor ovarium
  4. Hormon eksogen
    • Kehamilan yang terjadi pada pasien dengan kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin (Progestin-only pill)
    • Disebabkan oleh efek relaksasi otot polos progesteron
  5. Faktor lain
    • AKDR – alat kontrasepsi dalam rahim ( IUD )
    • Merokok
    • Usia tua
    • Riwayat abortus yang sering terjadi
GAMBARAN KLINIK
Tak ada gejala dan tanda yang patognomonik untuk kehamilan ektopik.
Sejumlah penyakit menunjukkan gejala dan tanda yang mirip dengan kehamilan ektopik antara lain:
  1. Abortus iminen – insipien atau inkompletus
  2. Ruptura kista ovarium
  3. Torsi kista ovarium
  4. Gastroenteritis
  5. Apendisitis
Oleh karena menegakkan diagnosa dini adalah hal yang tidak mudah maka dugaan keras terjadinya kehamilan ektopik ditegakkan bila pada kehamilan trimester pertama terjadi perdarahan pervaginam dan atau nyeri abdomen yang bersifat akut serta keadaaan umum pasien yang memburuk (renjatan atau anemia ).
15 – 20% kasus kehamilan ektopik merupakan kasus emergensi yang memerlukan tindakan pembedahan.
A. GEJALA
  1. Nyeri Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat.
    • Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar.
    • Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.
  2. PerdarahanPerdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan ) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua.
  3. AmenoreaAmenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada.
  4. Sinkope Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai ½ kasus KET.
  5. “Desidual cast”5 – 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan ”desidual cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.
B. TANDA
  1. Ketegangan abdomen
    • Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu
    • Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan ektopik.
  2. Masa adneksaMasa unilateral pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½ kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele)
  3. Perubahan pada uterusTerdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada kehamilan normal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Hematokrit
Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang terjadi.
Sel darah putih
Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya leukositosis.
Tes kehamilan
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG positif.
Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali lipat setiap dua hari.
2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang normal.
Pemeriksaan ultrasonografi TVS sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK KHUSUS
1. Ultrasonografi
clip_image002clip_image003
β-hCG dan TVS adalah pemeriksaan yang saling menunjang dalam menegakkan diagnosa dini kehamilan ektopik .
Kantung kehamilan (GS-gestational sac) intrauterine terlihat sebagai “double-ring” yang menggambarkan desidua dan selaput amnion.
Pada kehamilan ektopik, hanya terlihat adanya penebalan dan reaksi desidua pada endometrium.
Dalam keadaan lanjut, terlihat adanya pelepasan desidua sehingga terlihat adanya cairan atau darah intrakaviter sehingga disebut sebagai “pseudogestational sac” yang kecil dan iregular dibandingkan dengan kantung kehamilan yang sebenarnya.
KEHAMILAN TUBA KANAN
Kehamilan tuba kanan

Bila kadar β-hCG 1000 mIU/ml, pemeriksaan TVS akan menunjukkan adanya kantun kehamilan intrauterin yang normal.
1 minggu kemudian saat kadar β-hCG mencapai 1800 – 3600 mIU/ml, pemeriksaan TAS akan menunjukkan adanya kantung kehamilan intrauterin yang normal. Bila tidak terlihat, harus dicurigai adanya kehamilan ektopik.
Adanya masa adneksa disertai dengan uterus yang kosong harus diwaspadai.
Bila β-hCG rendah maka gambaran masa adneksa tersebut mungkin adalah kehamilan intrauteri dengan kista korpus luteum.
2. Laparoskopiperanan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik sudah diganti oleh USG
3. D & CDilakukan untuk konfirmasi diagnosa pada kasus dimana pasien tak menghendaki kehamilan. Bila hasil kuretase hanya menunjukkan desidua, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik harus ditegakkan.
4. Laparotomi Harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan gangguan hemostasis (tindakan diagnostik dan definitif).
5. KuldosintesisMemasukkan jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk menentukan ada atau tidak adanya darah dalam cavum Douclassi. Tindakan ini tak perlu dikerjakan bila diagnosa adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.
PATOFISIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, kehamilan ektopik berakhir pada kehamilan 6 – 10 minggu melalui beberapa cara : Abortus Tuba atau Ruptura Tuba.
Abortus Tuba
image
Perjalanan lebih lanjut dari abortus tuba

Terjadi pada 65% kasus dan umumnya terjadi implantasi didaerah fimbriae dan ampula.
Berulangnya perdarahan kecil pada tuba menyebabkan lepasnya dan yang diikuti dengan kematian ovum.
Perjalanan selanjutnya adalah :
  1. Absorbsi lengkap secara spontan.
  2. Absorbsi lengkap secara spontan melalui ostium tubae menunju cavum peritoneum.
  3. Abosrbsi sebagian sehingga terdapat konsepsi yang terbungkus bekuan darah yang menyebabkan distensi tuba.
  4. Pembentukan “tubal blood mole”.
Ruptura Tuba
image
Perjalanan lebih lanjut dari ruptura tuba

Terjadi pada 35% kasus dan seringkali terjadi pada kasus kehamilan ektopik dengan implantasi didaerah isthmus.
Ruptura pars ampularis umumnya terjadi pada kehamilan 6 – 10 minggu , namun ruptura pada pars isthmica dapat berlangsung pada usia kehamilan yang lebih awal.
Pada keadaan ini trofoblast menembus lebih dalam dan seringkali merusak lapisan serosa tuba, ruptura dapat berlangsung secara akut atau gradual .
Bila ruptur terjadi pada sisi mesenterik tuba maka dapat terjadi hematoma ligamentum latum.
Pada kehamilan ektopik pars interstitisialis, ruptura dapat terjadi pada usia kehamilan yang lebih “tua” dan menyebabkan perdarahan yang jauh lebih banyak.
kEHAMILAN PARS AMPULARIS
Kehamilan Abdominal Sekunder
Suatu keadaan yang sangat jarang terjadi, dimana ovum yang keluar dapat terus berkembang dan trofoblas melekat pada organ abdomen.
Pada sejumlah kasus, kehamilan dapat mencapai aterm atau mati dan menjadi litopedion.
PENATALAKSANAAN
Segera rujuk pasien yang diduga menderita kehamilan ektopik ke Rumah Sakit.
Perbaiki keadaan umum pasien sebelum merujuk ke Rumah Sakit.
Di Rumah Sakit dilakukan berbagai usaha untuk memastikan diagnosa.
image
Algorithm diagnosa untuk kasus yang diduga kehamilan ektopik
Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi definitif adalah pembedahan :
  1. Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi) atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar kantung kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit kembali.
  2. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan insisi pada tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
laparoskopi salfingostomi
Operasi Laparoskopik : Salfingostomi





Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar β-hCG rendah maka dapat diberikan injeksi methrotexate kedalam kantung gestasi dengan harapan bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi methrotexate 50 mg/m3 intramuskuler. Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik:
  1. Ukuran kantung kehamilan <>
  2. Keadaan umum baik (“hemodynamically stabil”)
  3. Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik
Keberhasilan pemberian methrotexate yang cukup baik bila :
  1. Masa tuba <>
  2. Usia kehamilan <>
  3. Janin mati
  4. Kadar β-hCG <>
Kontraindikasi pemberian Methrotexate :
  1. Laktasi
  2. Status Imunodefisiensi
  3. Alkoholisme
  4. Penyakit ginjal dan hepar
  5. Diskrasia darah
  6. Penyakit paru aktif
  7. Ulkus peptikum
Pasca terapi konservatif atau dengan methrotexate, lakukan pengukuran serum hCG setiap minggu sampai negatif. Bila perlu lakukan “second look operation”.
PROGNOSIS
60% pasien pasca kehamilan ektopik akan mengalami kehamilan berikutnya dengan resiko berulangnya kejadian sebesar 10%. (pada wanita normal 1%).
Pada mereka yang menjadi hamil lakukan pengamatan teliti dan konfirmasi kehamilan intrauterin dengan TVS pada minggu ke 6 – 8.
Rujukan
  1. Bangsgaard N, Lund CO, Ottesen B et al: Improved fertility following conservative surgical treatment of ectopic pregnancy. BrJ Obstet Gynecol 110:756, 2003
  2. Barnhaart KT, Katz I,Hummel A et al: Presumed diagnosis of ectopic pregnancy. Obstet Gynecol 100:505, 2002
  3. Birkahn RH, Gaieta TJ, Van Deusen SK, et al: The ability of traditional vital signs and shock index to identify ruptured ectopic pregnancy. Am J Obstet Gynecol 189”1293, 2003
  4. Cunningham FG et al : Ectopic pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005
  5. DeCherney AH. Nathan L : Early Pregnancy Risk in Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003
  6. Lippscomb GH,Meyer NL,Flynn DE et al: Oral methrotexate for treatment of ectopic pregnancy Am J Obstet Gynecol 186; 1192, 2002
  7. Llewelyn-Jones : Ectopic Pregnancy in Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999.

ABORTUS

dr.Bambang Widjanarko, SpOG
Fak Kedokteran UMJ Jakarta


Angka kejadian abortus sekitar 25% dari seluruh kehamilan. Kejadian ini sangat memprihatinkan bagi penderita dan suaminya.
Penatalaksanaan klinik dilakukan atas 2 buah prinsip utama:
  • Evakuasi uterus tidak selalu harus dikerjakan pada setiap peristiwa perdarahan pada kehamilan muda mengingat kemungkinan viabilitas janin atau embrio
  • Harus diingat kemungkinan adanya kehamilan ektopik pada kasus kehamilan muda dengan riwayat perdarahan per vaginam
DASAR PENEGAKAN DIAGNOSA
  1. Nyeri suprapubik, kejang uterus dan atau nyeri punggung
  2. Perdarahan pervaginam
  3. Dilatasi servik dan teraba jaringan keluar dari kanalis servikalis
  4. Gejala dan tanda kehamilan menghilang
  5. Tes kehamilan negatif atau peningkatan kadar β hCG yang tak sesuai
  6. Hasil pemeriksaan ultrasonografi yang tidak normal
BATASAN
Abortus spontan.
Berakhirnya peristiwa kehamilan sebelum kehamilan usia 20 minggu (definisi WHO)
Keluarnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi dengan atau tanpa disertai janin dengan berat kurang dari 500 gram.
Abortus iminen
Perdarahan pervaginam pada kehamilan <>
Abortus kompletus
Keluarnya seluruh produk hasil konsepsi sebelum kehamilan 20 minggu.
Abortus inkompletus
Keluarnya sebagian produk hasil konsepsi.
Abortus insipiens
Perdarahan pervaginam pada kehamilan <>
“Missed abortion”
Embrio atau janin mati dalam uterus dan tetap dalam uterus
“Septic abortion”
Abortus yang disertai dengan infeksi uterus dan kadang-kadang pada struktur adneksa serta disertai dengan gejala-gejala septisemia.
ANGKA KEJADIAN
15% kehamilan klinis dan 60% kehamilan kimiawi berakhir dengan abortus spontan.
8% abortus spontan terjadi pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Angka kejadian abortus dipengaruhi oleh berbagai faktor :
  • Usia ibu
  • Faktor yang berkaitan dengan kehamilan :
      • Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya
      • Kejadian abortus sebelumnya
      • Kejadian lahir mati sebelumnya
      • Riwayat hamil dengan janin yang mengalami kelainan kongenital atau defek genetik
  • Pengaruh orang tua :
      • Kelainan genetik orang tua
      • Komplikasi medis
ETIOLOGI
  1. Faktor ovofetal
  2. Faktor maternal
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal ; pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal.
FAKTOR ETIOLOGI ABORTUS
Faktor OVOFETAL :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin.
Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal.
Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekwat.
Faktor MATERNAL :
2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya.
8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik).
Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
MEKANISME ABORTUS
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu :
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu:
Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.
Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri.
Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak.
Pada kehamilan minggu ke 14 – 22:
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak.
Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.
DIAGNOSA BANDING
95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus, namun perlu diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada kehamilan muda yaitu :
  1. Kehamilan ektopik
  2. Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau erosi
  3. Polip endoservik
  4. Mola hidatidosa
  5. (jarang) Karsinoma servik uteri
  6. Pedunculated submucous myoma
GEJALA KLINIK
  • Abortus iminen - threatened abortion
20% wanita hamil mengalami perdarahan pervaginam pada trimester I. Pada sebagian besar kasus hal tersebut disebabkan oleh perdarahan akibat adanya implantasi.
Servik tertutup , perdarahan minimal dan dapat atau tanpa disertai rasa nyeri.
  • Abortus insipien - inevitable abortion
Ditandai dengan nyeri abdomen atau nyeri punggung, perdarahan pervaginam dengan dilatasi servik.Abortus sudah tak mungkin dipertahankan bila terjadi pendataran dan dilatasi servik dan atau terjadi pecahnya selaput ketuban.
  • Abortus inkompletus
    • Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri.
    • Pada kehamilan <>abortus completus)
    • Pada kehamilan> 10 minggu, keluarnya janin dan plasenta tidak terjadi secara bersamaan dan sebagian masih tertahan didalam uterus. (abortus incompletus) yang biasanya disertai rasa nyeri akibat kontraksi uterus dalam usaha untuk mengeluarkan hasil konsespsi.
    • Perdarahan umumnya persisten dan seringkali sangat banyak.
image
Abortus inkompletus
Pada sebelah kanan gambar terlihat gambaran produk konsepsi yang keluar pada abortus inkompletus
Abortus kompletus
    • Ditandai dengan keluarnya seluruh hasil konsepsi.
    • Perdarahan pervaginam ringan terus berlanjut sampai beberapa waktu lamanya.
    • Umumnya pasien datang dengan rasa nyeri abdomen yang sudah hilang.
image
Abortus kompletus
Pada sebelah kanan gambar terlihat gambaran hasil konsepsi yang keluar pada abortus kompletus
“Misssed abortion”
Setelah kematian janin, janin tidak segera dikeluarkan.
Retensi kehamilan diperkirakan terjadi oleh karena masih adanya produksi progesteron plasenta yang terus berlanjut dan produksi estrogen yang turun sehingga kontraktilitas uterus menurun.
Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan faal pembekuan darah bila janin mati tidak dikeluarkan dalam waktu lebih dari 8 minggu.
“Blighted ovum”
“Blighted Ovum” atau anembryonic pregnancy adalah perkembangan embrio yang gagal sehingga yang ditemukan hanya kantung kehamilan dengan atau tanpa disertai yolk sac.
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
Laboratorium
  1. Darah lengkap
    • Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
    • LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
  1. Tes kehamilan
    • Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah prediktif. terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau kehamilan ektopik).
Ultrasonografi
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 – 5 minggu.
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia kehamilan 5 – 6 minggu).
Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau non-viabel.
Pada abortus imimnen, mungkin terlihat adanya kantung kehamilan (gestational sac GS) dan embrio yang normal.
Prognosis buruk bila dijumpai adanya :
  • Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak adanya kutub janin.
  • Perdarahan retrochorionic yang luas ( > 25% ukuran kantung kehamilan).
  • Frekuensi DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).
Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik dalam cavum uteri.
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.
Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada detik jantung janin.
Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal tanpa yolk sac atau embrio
image
Kehamilan intrauterine 8 minggu. Terlihat gambaran embrio (E) dan yolk sac (YS)
blighted ovum
Blighted ovum
Kantung gestasi (Gestational Sac ) yang kosong
image
Kematian embrio pada kehamilan 8 minggu
Terlihat dinding kantung kehamilan (GS) yang iregular dan Yolk sac yang mengempis
image
Uterus yang kosong ( U ) dengan masa adneksa (A) yang diduga adalah kehamilan ektopik. β hCG saat ini > 100 mIU

Kehamilan ektopik dapat menunjukkan gejala yang menyerupai abortus, gangguan haid biasa, nyeri abdomen atau nyeri panggul. Kadang ditemukan masa adneksa. Pemeriksaan USG dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik bila ditemukan adanya kantung kehamilan dalam uterus, namun perlu diingat (meski sangat jarang) adanya peristiwa kehamilan heterotopik (kehamilan ektopik dan kehamilan intrauterine yang terjadi secara bersamaan).
Mola Hidatidosa
Umumnya mengalami abortus sebelum kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan USG kadang dapat memperlihatkan adanya kista theca lutein yang dapat menyebabkan pembesaran ovarium bilateral. Perdarahan pervaginam yang terjadi sering memperlihatkan adanya gelembung mola (gelembung mola adalah villi chorialis yang mengalami degenerasi hidropik) dan tanda ini merupakan diagnosa pasti dari MH.
KOMPLIKASI
  • Perdarahan yang menyebabkan haemorrhagic shock
  • Infeksi
  • Sepsis pasca abortus provokatus
  • Sinechia intrauterine (Asherman’s syndroma)
  • Infertilitas
  • Perforasi, cedera vesika urinaria atau usus akibat tindakan kuretase
  • Pembentukan fistula
TERAPI
Keberhasilan penatalaksanaan abortus tergantung pada diagnosa dini.
Pada semua pasien harus dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, golongan darah.
Kultur servik dikerjakan pada pasien abortus septik.
Pada Abortus iminen :
  • Tirah baring.
  • Prognosis baik bila perdarahan berhenti dan keluhan nyeri hilang.
  • D & C diperlukan bila perdarahan terus berlangsung dan banyak.
Pada abortus insipien dan inkompletus :
  • Kuretase
  • Perbaikan keadaan umum ibu
  • Prognosis baik bila hasil konsepsi dapat dikeluarkan secara lengkap
Pada abortus kompletus : Observasi perdarahan.
Abortus pada trimester II memerlukan perawatan di rumah sakit .
Pemberian obat uterotonik dapat menghentikan perdarahan dan membantu pengeluaran hasil konsepsi yang masih ada.
Pada abortus septik : kuretase harus dilakukan paling lama 24 jam setelah pemberian antibiotika spektrum luas dan kortiskosteroid.
ABORTUS HABITUALIS
Abortus berulang (recurrent abortion) adalah abortus yang terjadi 3 kali secara berturut-turut.
Angka kejadian 0.4 – 1%.
Resiko berulangnya abortus setelah abortus I adalah 20% ; resiko setelah abortus II adalah 25% dan resiko setelah abortus III adalah 30%
ABORTUS HABITUALIS
Pemeriksaan dan Penatalaksanaan
Pemeriksaan medis dan anamnesa obstetrik yang cermat diharapkan dapat menunjukkan adanya penyakit sistemik atau dugaan adanya inkompetensia servik.
Pemeriksaan vaginal dapat menunjukkan adanya mioma uteri atau inkompetensia servik. Ultrasonografi TVS dapat membantu usaha untuk menegakkan diagnosa yang lebih baik.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi TVS juga dapat menunjukkan adanya malformasi uterus.
Bila abortus berulang diperkirakan akibat endometritis, perlu dikerjakan kultur jaringan endometrium.
Masih belum jelas apakah toxoplasmosis – cytomegalovirus – virus herpes – rubella atau listeria dapat menjadi penyebab dari peristiwa abortus berulang. Saat ini, peranan dari vaginosis bakterial dalam peristiwa abortus berulang sedang diteliti.
Disfungsi endokrin seperti PCOS (polycystic ovarian syndrome) dapat disingkirkan dengan melakukan ultrasonografi TVS.
Banyak ahli berpendapat bahwa penyakit tiroid dan diabetes bukan merupakan penyebab abortus berulang.
Kelainan kromosome pada kedua orang tua menyangkut sekitar 5% abortus berulang dan tidak ada terapi khusus.
Faktor imunologi mendapatkan perhatian khusus selama 10 tahun terakhir ini. Secara teoritis, bila kedua orang tua menggunakan beberapa HLA (Human Leucocyt Antigen) secara bersamaan maka janin dari pasangan ini tidak mampu untuk memberikan rangsangan yang memadai terhadap ibu untuk menghasilkan suatu “blocking antibody” untuk janin alogenik sehingga terjadi abortus. Pada kasus seperti itu, bila wanita tersebut berganti pasangan maka kemungkinan abortus berulang menjadi turun.
Beberapa wanita yang menderita penyakit autoimune terutama sindroma antifosfolipid (APLS) dan sistemik lupus eritematosus (SLE) memiliki reaksi “blocking antibody” kuat yang menjadi penyebab terjadinya abortus berulang.
Bila akan dilakukan terapi imunologi maka kemungkinan SLE harus disingkirkan oleh karena dengan terapi imunologi, SLE akan menjadi berat.
Bila dari hasil pemeriksaan laboratorium terbukti adanya SLE maka terapi berupa pemberian aspirin dan heparin dosis rendah yang dapat memperbaiki angka lahir hidup dari 10% menjadi 70%.
INKOMPETENSIA SERVIK
20% penderita abortus berulang pada trimester II menderita inkompetensia servik.
DASAR DIAGNOSA INKOMPETENSIA SERVIK :
  1. Riwayat abortus berulang yang terjadi pada kehamilan > 12 minggu dan biasanya diawali dengan pecahnya selaput ketuban tanpa rasa nyeri.
  2. Ostium uteri eksternum mudah dilalui dengan dilator 9 mm pada saat tak ada kehamilan
  3. Selama kehamilan terjadi dilatasi servik secara gradual yang diperiksa melalui TVS atau VT.
Bila diagnosa inkompetensia servik sudah ditegakkan maka dilakukan cervical cerclage dengan memasang benang ‘unabsorable’ lunak yang khusus
image
Inkompetensia Servik
  1. Servik normal pada kehamilan 16 minggu
  2. Inkompetensia servik pada kehamilan 16 minggu
  3. Pemasangan Cervical Cerclage

SHIRODKAR
Pasca pemasangan cerclage, 10% akan mengalami abortus , 10% mengalami persalinan prematur dan sisanya dapat mencapai kehamilan 36 minggu.
EFEK PSIKOLOGI ABORTUS
Pada sebagian besar pasien dan atau keluarganya , kejadian abortus adalah peristiwa yang sangat menyedihkan.
Pada 20% kasus, kesedihan pasien dapat berlangsung berbulan-bulan.
Bila peristiwa abortus iminen mereda dan kehamilan terus berlangsung, pasien setiap saat senantiasa bertanya mengenai keadaan janin dalam rahimnya dan biasanya tanpa dapat memperoleh jawaban yang memuaskan.
2 informasi yang selalu dipertanyakan pada dokter : adalah mengapa tindakan abortus harus dilakukan dan bagaimana mengenai nasib kehamilan selanjutnya.
3 pertanyaan pasien yang senatiasa diajukan pada dokter dan memerlukan jawaban yang dapat memuaskan dirinya:
  1. Mengapa terjadi abortus
  2. Apakah ada sesuatu yang dilakukan atau justru tidak dilakukan olehnya sehingga peristiwa abortus terjadi
  3. Apakah kehamilan mereka yang selanjutnya juga akan bernasib sama.
KEMATIAN JANIN INTRA UTERIN
Rekomendasi WHO bahwa janin dianggap “viable” bila mencapai usia 22 minggu atau dengan berat badan > 500 gram.
Peristiwa pengeluaran janin pada usia kehamilan diatas 22 minggu sudah disebut sebagai persalinan delivery (hidup atau mati)
Tak semua negara menerima rekomendasi tersebut. Britania menggolongkan kehamilan yang berakhir sebelum 24 minggu adalah peristiwa abortus dan catatan mengenai lahir mati tidak diperlukan oleh adminstrator kesehatan disana.
Kematian janin intra uterin dapat terjadi pada penyakit HDK, DM atau komplikasi kehamilan lainnya.
Pada sebagian besar kasus, peristiwa pengeluaran janin terjadi segera setelah janin mati. Pada sebagian kecil kasus, janin mati tetap tertahan dalam uterus.
Aspek klinik
  • Ibu tak merasakan gerakan janin.
  • Detik jantung janin tak terdengar dengan Doppler.
  • USG tak menampakkan adanya tanda-tanda kehidupan dan menampakkan tanda-tanda kematian janin ( Spalding sign, Robert sign ).
Tindakan medis harus segera diambil dalam waktu 3 minggu oleh karena:
  • Menghindari adanya gangguan psikologis pada ibu : membiarkan ibu dalam kesedihan yang berlarut-larut adalah sikap yang tidak bijaksana dan banyak ibu yang cemas bahwa janinnya yang sudah mati itu akan dapat meracuni atau menimbulkan masalah medis lain pada dirinya.
  • Hipofibrinogenemia dan Disseminated Intravascular Coagulation dapat terjadi bila janin yang mati tak segera dikeluarkan.
Penatalaksanaan
  • Sampaikan informasi pada pasangan yang bersangkutan bahwa janin mati tak membahayakan kehidupan wanita tersebut sampai 3 minggu setelah kematian janin.
  • Pemilihan cara persalinan apakah akan persalinan ditunggu secara spontan atau segera dilahirkan dengan induksi persalinan harus dibahas dengan baik.
  • Induksi persalinan dapat dilakukan dengan misoprostol 100 – 200 µg 2 dd 1 selama 2 hari
  • Bila pasien menghendaki agar persalinan berlangsung secara spontan, maka harus sering dilakukan pemeriksaan faal hemostasis dan kadar fibrinogen.
Rujukan :
  1. American College of Obstetrican and Gynecologist ; ACOG tehnical Bulletin no. 212, Early Pregnancy Loss September 1995
  2. American College of Obstetrican and Gynecologist ; Management of recurrent early pregnancy loss. Practice Bulletin No.24 Februari 2001.a
  3. Blohm F, Platz-Christensen JJ et al : Expectant management of first trimester-miscarriage in clinical practiece. Acta Obstet Gynecol Scand 82;654, 2003
  4. Cunningham FG et al : Abortion in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005
  5. DeCherney AH. Nathan L : Early Pregnancy Risk in Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003
  6. Farquharson RG, Quenby S, Greaves M: Antiphospholipid syndrome in pregnancy: A randomized controlled trial of treatment Obstet Gynecil 100:408, 2002
  7. Llewelyn-Jones : Abortion in Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999

2 komentar: