Sabtu, 30 April 2011

Puerperium

INVERSIO UTERI


Inversio Uteri merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi yaitu berkisar antara 1 : 2000 s/d 20.000 kehamilan namun dengan cepat dapat menyebabkan mortalitas maternal.
Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem
Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ( gambar 1 a dibawah ).
Untitled-1
Gambar 1. Reposisi Inversio Uteri.
( a ) Inversio uteri total ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c ) Restitusi uterus
Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya.
PATOLOGI
Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif . khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenik ( gambar 2 )
Untitled-2
Gambar 2. Akibat traksi talipusat dengan plasenta yang berimplantasi dibagian fundus uteri dan dilakukan dengan tenaga berlebihan dan diluar kontraksi uterus akan menyebabkan inversio uteri

Faktor yang berhubungan dengan INVERSIO UTERI
  1. Riwayat inversio uteri pada persalinan sebelumnya
  2. Implantasi plasenta di bagian fundus uteri
  3. Atonia uteri
  4. Penatalaksanaan kala III aktif yang salah



PENATALAKSANAAN
90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan “life-threatening”.
  • Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat mungkin.
  • Segera lakukan tindakan resusitasi
  • Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat
  • Salah satu tehnik reposisi adalah dengan menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula . Rangkaian tindakan ini dapat dilihat pada gambar 1
  • Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah umbilkus sampai uterus kembali keposisi normal.
  • Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.
  • Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui laparotomi ( gambar 3 )
Untitled-4

Rabu, 02 September 2009

PATOLOGI MASA NIFAS



Selama masa nifas dapat terjadi 4 masalah utama :
  1. Perdarahan pasca persalinan
  2. Infeksi masa nifas
  3. Tromboemboli
  4. Depresi pasca persalinan
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
  1. Perdarahan pasca persalinan PRIMER
    • Perdarahan > 500 ml yang terjadi dalam waktu 24 jam pasca persalinan
  2. Perdarahan pasca persalinan SEKUNDER
    • Perdarahan abnormal yang terjadi setelah 24 jam pasca persalinan sampai berakhirnya masa nifas.
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN PRIMER :
Perdarahan pasca persalinan primer adalah perdarahan lebih dari 500 ml dalam waktu 24 jam pertama pasca persalinan.
Etiologi :
  1. Atonia uteri dan
  2. Sisa plasenta ( 80%)
  3. Laserasi jalan lahir (20% )
  4. Gangguan faal pembekuan darah pasca solusio plasenta
Faktor resiko :
  1. Partus lama
  2. Overdistensi uterus ( hidramnion , kehamilan kembar, makrosomia )
  3. Perdarahan antepartum
  4. Pasca induksi oksitosin atau MgSO4
  5. Korioamnionitis
  6. Mioma uteri
  7. Anaesthesia
Diagnosis :
Jumlah perdarahan pasca persalinan yang sesunguhnya sulit ditentukan oleh karena sering bercampur dengan cairan amnion, tercecer, diserap bersama dengan kain dan lain sebagainya.
Perdarahan pervaginam yang profuse dapat terjadi sebelum plasenta lahir atau segera setelah ekspulsi plasenta.
Perdarahan dapat terjadi secara profus dalam waktu singkat atau sedikit sedikit diselingi dengan kontraksi uterus.
PENATALAKSANAAN :
A. Perdarahan kala III ( plasenta belum lahir )
Masase fundus uterus untuk memicu kontraksi uterus disertai dengan tarikan talipusat terkendali. Bila perdarahan terus terjadi meskipun uterus telah berkontraksi dengan baik, periksa kemungkinan laserasi jalan lahir atau ruptura uteri
Bila plasenta belum dapat dilahirkan , lakukan plasenta manuil
clip_image002
Bila setelah dilahirkan terlihat tidak lengkap maka harus dilakukan eksplorasi cavum uteri atau kuretase
B. Perdarahan pasca persalinan primer ( true HPP )
  1. Periksa apakah plasenta lengkap
  2. Masase fundus uteri
  3. Pasang infuse RL dan berikan uterotonik ( oksitosin , methergin atau misoprostol )
  4. Bila perdarahan > 1 L pertimbangkan tranfusi
  5. Periksa faktor pembekuan darah
  6. Bila kontraksi uterus baik dan perdarahan terus terjadi , periksa kembali kemungkinan adanya laserasi jalan lahir
  7. Bila perdarahan terus berlangsung , lakukan kompresi bimanual
  8. Bila perdarahan terus berlangsung , pertimbangkan ligasi arteri hipogastrika
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN SEKUNDER
Etiologi utama adalah :
  1. Proses reepitelialisasi ‘plasental site’ yang buruk ( 80% )
  2. Sisa konsepsi atau gumpalan darah
Bila dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diidentifikasi adanya masa intra uterin (sisa konsepsi atau gumpalan darah ) maka harus dilakukan evakuasi uterus
Terapi awal :
  1. Memasang cairan infuse dan
  2. Memberikan uterotonika (methergin 0.5 mg intramuskular)
  3. Antipiretika dan Antibiotika (bila ada tanda infeksi)
  4. Kuretase hanya dilakukan bila ada sisa konsepsi
INFEKSI MASA NIFAS
FEBRIS PUERPERALIS adalah meningkatnya suhu tubuh diatas 380 C selama 24 jam yang terjadi setelah hari pertama sampai hari ke 10 pasca persalinan atau abortus.
Infeksi dapat bersifat genital atau non – genital
Etiologi :
INFEKSI GENITAL
    1. Patogen potensial yang berada dalam vagina secara normal :
      1. Streptococcus anerobik
      2. Basil gram negatif anerobik
      3. Streptococcus hemolyticus (selain group A)
    2. Bakteri yang berasal dari organ visera sekitar :
      1. E Coli
      2. Clostridium Welchii
    3. Bakteri yang berasal dari organ yang jauh :
      1. Stafilokok
      2. Streptokus Hemolitikus Grup A
    4. Mycoplasma hominis

INFEKSI NON – GENITAL :
    1. Infeksi traktus urinarius : E Coli
    2. Infeksi mamme : stafilikok
LOKASI dan PENYEBARAN INFEKSI
Sebagian besar infeksi nifas yang berasal dari traktus genitalis merupakan infeksi ascending dari vagina atau servik dan mengadakan infeksi pada lokasi plasenta. Penyebaran selanjutnya dari tempat ini dapat terus keatas mengenai tuba falopii – parametrium sehingga menyebabkan pelvio peritonitis.
DIAGNOSIS
  • Pemeriksaan payudara : mastitis
  • Pemeriksaan urine : bakteriuria
  • Palpasi abdomen : nyeri abdomen
  • Inspeksi genitalia : infeksi luka jalan lahir
  • Hapusan vagina : pemeriksaan bakteriologi
TERAPI :
  • Rawat di RS
  • Antibiotika spektrum luas yang tepat
  • Metronidazole 3 x 500 mg selama 5 hari
TROMBOEMBOLI
Trombosis vena dapat terjadi selama kehamilan atau sering terjadi pada masa nifas antara hari ke 5 – 15.
Perawatan obstetri yang baik dan ambulasi dini dapat menurunkan kejadian penyakit tromboemboli.
Proses trombosis selalu berawal dari vena profunda tungkai bawah namun dapat pula menjalar keatas menuju vena femoralis atau vena vena dalam panggul. Situasi ini sering menyebabkan terjadinya emboli paru
DIAGNOSIS DVT – DEEP VEIN THROMBOSIS
Tanda klinik adalah terjadinya demam ringan, kenaikan frekuensi nadi dan rasa lesu.
Tanda klinik tak dapat memberi informasi mengenai progresivisitas penyakit.
Konfirmasi diagnosis adanag dengan menggunakan”colour – enhanced Doppler imaging “ pada vena tibialis dan femoralis.
Diagnosis emboli paru :
  • Dispneoe
  • Nyeri dada
  • Sianosis
  • Krepitasi pada auskultasi paru
Terapi DVT :
  • Heparin infus ( 20.000 dalam 500 PZ denga kecepatan 25 ml / jam untuk mencapai dosis 25.000 IU per hari ) selama 5 hari dan dipantau dengan pemeriksaan APTT. Active partial tromboplastin time
  • Tirah baring dengan tungkai di elevasi selama heparinisasi
Terapi Emboli Paru :
  • Heparin bolus 25.000 IU intra vena dan diikuti dengan pemberian per infus seperti ada kasus DVT
MASALAH PSIKIATRI PASCA PERSALINAN
  1. Third Days Blues”
  2. Depresi pasca persalinan
  3. Psikosis pasca persalinan
“third days blues”
50 – 70% terjadi instabilitas emosional pada ibu pasca persalinan dengan penyebab yang tidak jelas.
Gejala berawal antara hari ke 3 – 5 pasca persalinan.
Instabiltas emosional dapat berlangsung kurang dari 1 minggu namun ada kasus yang dapat terjadi sampai berbulan-bulan
DEPRESI PASCA PERSALINAN
8 – 12% wanita pasca persalinan akan menampakkan tanda – tanda depressi dalam 5 bulan pertama pasca persalinan.

Resiko tinggi mengalami kejadian ini :
  1. Ibu berusia < 16 tahun
  2. Riwayat keluarga dengan depresi atau pernah menderita depresi
  3. Depresi pada masa hamil
  4. Masalah hubungan keluarga pada masa remaja
  5. Tidak ada dukungan dari pasangan selama kehamilan , persalinan
  6. Merawat bayi sendirian tanpa keluarga atau teman
  7. Pengalaman negatif saat berhubungan dengan tenaga kesehatan selama kehamilan
  8. Riwayat komplikasi kehamilan
PSIKOSIS PASCA PERSALINAN
1 – 3% wanita mengalami kejadian psikosis pasca persalinan dalam bentuk manik atau depresi naun ada juga yang diselingi dengan episode skisofrenik
Gangguan ini dapat terjadi secara mendadak pada hari 5 – 15 pasca persalinan. Pada awalnya pasien merasa bingung , cemas, tidak dapat tidur dan sedih. Delusi ( merasa bahwa anaknya mengalami sesuatu yang berbahaya ) atau halusinasi terjadi dengan cepat.
Pasien harus segera memperoleh perawatan secara profesional.

LAKTASI


Selama kehamilan terjadi perkembangan pada payudara. Estrogen menyebabkan bertambahnya ukuran dan jumlah duktus. Progesteron menyebabkan peningkatan jumlah alveolus.
hPL merangsang perkembangan alveolar dan diperkirakan terlibat dalam sintesa casein, lactalbumin dan lactoglobulin dalam sel alveolus.
Meskipun hPr selama kehamilan meningkat tapi tidak terjadi laktasi oleh karena kadar estrogen yang tinggi menyebabkan adanya penguasaan terhadap “binding site” pada alveolus sehingga aktivitas laktogenik dari hPr terhalang.
Pada akhir kehamilan, terjadi sekresi cairan jernih kekuningan yang disebut kolustrum yang mengandung imunoglobulin, produksi kolustrum terus meningkat pasca persalinan dan digantikan dengan produksi ASI.
Kadar estrogen menurun dengan cepat 48 jam pasca persalinan sehingga memungkinkan berlangsungnya aktivitas hPr terhadap sel alveolus untuk inisiasi dan mempertahankan proses laktasi.
Proses laktasi semakin meningkat dengan isapan pada payudara secara dini dan sering oleh karena secara reflektoar, isapan tersebut akan semakin meningkatkan kadar hPr
Emosi negatif [kecemasan ibu bila ASI tak dapat keluar] menyebabkan penurunan sekresi prolaktin melalui proses pelepasan prolactine-inhibiting factor (dopamin) dari hipotalamus.
Pada hari ke 2 dan ke 3 pasca persalinan, hPr merangsang alveolus untuk menghasilkan ASI. Pada awalnya, ASI menyebabkan distensi alveolus dan ductus kecil sehingga payudara menjadi tegang.
image
Reflek Prolaktin
REFLEK EJEKSI ASI
clip_image004
Sel mioepitelial sekitar villi yang sebagian berisi ASI

Keluarnya ASI terjadi akibat kontraksi sel mioepitelial dari alveolus dan ductuli (gambar atas) yang berlangsung akibat adanya reflek ejeksi ASI ( let-down reflex ).
clip_image006
Reflek ejeksi ASI

Reflek ejeksi ASI diawali hisapan oleh bayi → hipotalamus → hipofisis mengeluarkan oksitosin kedalam sirkulasi darah ibu ( gambar atas)
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi sel mioepitelial dan ASI disalurkan kedalam alveoli dan ductuli → ductus yang lebih besar → penampungan subareolar.
Oksitosin mencegah keluarnya dopamin dari hipotalamus sehingga produksi ASI dapat berlanjut.
Emosi negatif dan faktor fisik dapat mengurangi reflek ejeksi ASI, tugas perawatan pasca persalinan antara lain meliputi usaha untuk meningkatkan keyakinan seorang ibu bahwa dia mampu untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Pernyataan bersama antara WHO dan UNICEF yang dipublikaskan tahun 1989 dibawah memperlihatkan dukungan apa yang diperlukan bagi keberhasilan laktasi.
TEN STEPS TO SUCCESFUL BREASTFEEDING
clip_image008
KEBUTUHAN NUTRISI SELAMA LAKTASI
Energi laktasi perhari ± 2095 kJ, kebutuhan energi umumnya dapat terpenuhi dari cadangan lemak ibu.
Bila terdapat kcemasan pada ibu mengenai hal tersebut, dapat disarankan baginya untuk menambahkan asupan nutrisi secukupnya.
MEMPERTAHANKAN PROSES LAKTASI
Cara paling efektif dalam mempertahankan proses laktasi adalah isapan bayi yang reguler sehingga reflek prolaktin dan reflek ejeksi ASI dapat terus terjadi dan distensi alveolus dapat dicegah.
Distensi alveolus menyebabkan sekresi ASI alveolus menjadi tidak efisien dan rasa sakit pada payudara menyebabkan ibu enggan untuk menyusui bayinya.
Dengan demikian pencegahan reflek yang menghambat pengeluaran dopamin dari hipotalamus menghilang dan aktivitas alveolar menjadi berkurang pula.
KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI
Keberhasilan proses laktasi memerlukan beberapa hal :
  1. Terjadi sekresi ASI dalam alveolus.
  2. Reflek ejesi ASI efisien.
  3. Ibu memiliki motivasi untuk memberikan ASI.
Seperti terlihat dalam “ Ten Steps to Succesful Breastfeeding” “ maka keberhasilan laktasi akan terjadi bila :
  1. Bayi diberikan pada ibu untuk menyusui sedini mungkin dan Rooming-in.
  2. Bayi diperkenankan untuk menyusui sesering mungkin.
  3. Setelah ASI keluar, bayi mengisap ASI dengan frekuensi sesuai kebutuhannya termasuk di malam hari sekalipun.
  4. Bayi tidak diberi air atau glukosa tanpa persetujuan dokter atau orang tuanya
  5. Staf perawatan wajib membantu ibu untuk mendapatkan keberhasilan dalam proses laktasi.
TEHNIK MENYUSUI
Ibu perlu memperoleh petunjuk bagaimana mempertemukan mulut bayi dengan puting susu agar bayi membuka mulut dan mencari lokasi puting susu.
clip_image010
Posisi ideal puting susu dalam mulut bayi
(a) dan (b) puting susu dikulum bayi dan
(c) puting berada tempat yang benar dalam mulut bayi
Ibu kemudian menahan payudara dengan puting susu diantara jari telunjuk dan jari tengahnya sehingga puting menonjol dan bayi dapat menempatkan gusinya pada areola mammae dan bukan pada puting susu (gambar atas) . Cara ini memungkinkan bayi bernafas saat menyusu. (2 buah gambar di bawah)
clip_image012
Tehnik memberikan ASi
clip_image014
Melepaskan puting dari hisapan bayi
Pada gambar diatas terlihat bagaimana cara ibu melepaskan puting dari mulut bayi tanpa menimbulkan rasa sakit. Cara melepaskan dari isapan tersebut adalah dengan meletakkan jari kelingking kesudut mulut bayi untuk menghentikan isapan sebelum melepaskan mulut bayi dari puting susu.
Sebagian kecil bayi membutuhkan tambahan cairan selain ASI pada 4 hari pertama, bila bayi terlihat mengalami dehidrasi, dapat diberikan air dengan sendok setelah pemberian ASI. Pemberian dengan botol susu harus dihindarkan karena proses pembelajaran bayi untuk menyusu akan terhenti.
OBAT YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN PADA IBU LAKTASI
Tabel 1 Obat yang menimbulkan efek bermakna pada masa laktasi
Jenis Obat
Efek samping
Acebutolol
Hipotensi, bradikardia, takipnea
5-Amonosalicylic acid
Diarrhoea
Aspirin (salicylate)
Acidosis Metabolic
Atenolol
Sianosis, bradikardia
Bromocripitine
Supresi laktasi.
Clemastine
Drowsiness, iritabel, menolak pemberian ASI ,menjerit, kaku kuduk
Ergotamine
Muntah, diarrhoea, kejang
Lithium
A third to half therapeutic blood concentration in infatnts
Phenindione
Anticoagulant-increased prothromnine and partial thromboplastine time in one infant – not used in United States
Phenobarbital
Sedation: infantile spasmes after ewaning from milk containing phenobarbital; methemoglobinemia (one case)
Primidone
Sedasi, masalah nutrisi
Sulfasalazine
Diarea berdarah
Dari : American Academy of Pediatrics and The American College of Obstetrics and Gynecologists, 2002
MENCEGAH dan MENEKAN LAKTASI
Cara sederhana untuk menghentikan laktasi adalah dengan menghentikan laktasi dan menghindari rangsangan pada puting susu.
Meskipun terasa sakit, penumpukan air susu dalam sistem saluran akan dapat menekan produksi ASI dan terjadi reabsorbsi pada ASI.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan analgesik.
Penekanan produksi ASI secara medis dengan estrogen atau bromokriptin tidak dianjurkan.

FISIOLOGI MASA NIFAS


Puerperium (masa nifas) atau periode pasca persalinan umumnya berlangsung selama 6 – 12 minggu.
Puerperium adalah periode pemulihan dari perubahan anatomis dan fisiologis yang terjadi selama kehamilan.
Puerperium dapat dibagi menjadi :
  • Periode pasca persalinan : 24 jam pasca persalinan.
  • Periode puerperium dini : minggu pertama pasca persalinan.
  • Periode puerperium lanjut : sampai 6 minggu pasca persalinan.
PERUBAHAN FISIOLOGI dan ANATOMI
Perubahan endokrin yang terjadi selama kehamilan akan terjadi secara cepat :
  • hPL- human Placental Lactogen serum tidak terdeteksi dalam waktu 2 hari dan
  • hCG- Human Chorionic Gonadotropin tidak terdeteksi dalam waktu 10 hari pasca persalinan.
  • Kadar estrogen dan progesteron serum menurun sejak 3 hari pasca persalinan dan mencapai nilai pra-kehamilan pada hari ke 7. Nilai tersebut akan menetap bila pasien memberikan ASI ; bila tidak memberikan ASI estradiol akan mulai meningkat dan menyebabkan pertumbuhan folikel.
  • hPr – Human Prolactine pada pasien yang memberikan ASI, kadar human hPr akan meningkat.
Sistem kardiovaskular akan kembali pada nilai sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu pasca persalinan.
Pada 24 jam pertama terjadi “hypervolemic state” akibat adanya pergeseran cairan ekstravaskular kedalam ruang intravaskular. Volume darah dan plasma normal kembali pada minggu kedua.
Sampai pada 10 hari pertama pasca persalinan, peningkatan faktor pembekuan dalam kehamilan akan menetap dan diimbangi dengan kenaikan aktivitas fibrinolisis.
PERUBAHAN MORFOLOGIS PADA TRAKTUS GENITALIA
Melalui proses katabolisme jaringan berat uterus ceoat menurun dari 1000 gram saat persalina menjadi 100 – 200 g 3 minggu pasca persalinan
Servik kehilangan elastisitasnya dan segera memperoleh konsistensi normal
Dinding vagina edematous, kebiruan serta kendor dan tonus kembali kearah normal setelah 1 – 2 minggu.
Pada akhir kala III, besar uterus setara dengan ukuran kehamilan 20 minggu dengan berat 1000 gram. Pada akhir minggu pertama berat uterus mencapai 500 gram.
Pada hari ke 12, uterus sudah tidak dapat diraba melalui palpasi abdomen.
clip_image002
Perubahan involusi tinggi fundus uteri dan ukuran uterus selama 10 hari pasca persalinan
“placental site” mengecil dan dalam waktu 10 hari diameternya kira-kira 2.5 cm.
Lochia yang terjadi sampai 3 – 4 hari pasca persalinan terdiri dari darah, sisa trofoblas dan desidua coklat kemerahan yang disebut lochia rubra.
Selanjutnya berubah menjadi lochia serosa yang seromukopurulen dan berbau khas.
Selama minggu II dan III, lochia menjadi kental dan putih kekuningan yang disebut lochia alba terdiri dari leukosit dan sel desidua yang mengalami degenerasi. Setelah minggu 5 – 6, sekresi lochia menghilang yang menunjukkan bahwa proses penyembuhan endometrium sudah hampir sempurna.
Lochia yang sangat berbau tidak sedap apalagi bila disertai dengan gejala sistemik berupa tanda tanda infeksi menandakan adanya endometritis.
PRINSIP PENATALAKSANAAN PUERPERIUM
Pasca persalinan, bila pasien menghendaki maka diperkenankan untuk berjalan-jalan, pergi ke kamar mandi bila perlu dan istirahat kembali bila merasa lelah.
Sebagian besar pasien menghendaki untuk beristirahat total ditempat tidur selama 24 jam terutama bila dia juga mengalami cedera perineum yang luas.
Fungsi perawatan medis adalah:
  1. Memberikan fasilitas agar proses penyembuhan fisik dan psikis berlangsung dengan normal.
  2. Mengamati jalannya proses involus uterus.
  3. Membantu ibu untuk dapat memberikan ASI.
  4. Membantu dan memberi petunjuk kepada ibu dalam merawat neonatus.
Tak ada waktu yang baku mengenai lama perawatan pasca persalinan, diperkirakan bahwa semakin lama tinggal di rumah sakit, proses laktasi menjadi semakin baik.
PERAWATAN PUERPERIUM DI RUMAH SAKIT
Ambulasi dini membuat perawatan nifas menjadi lebih sederhana.
Pemeriksaan meliputi :
  • Pemeriksaan tekanan darah, nadi dan pernafasan secara teratur.
  • Inspeksi perineum setiap hari untuk melihat proses penyembuhan.
  • Pada pasien dengan cedera perineum luas perlu diberikan analgesik.
  • Penilaian jumlah dan sifat lochia.
  • Penilaian proses involusi dengan menentukan tinggi fundus uteri.
  • Analgesik mungkin juga diperlukan bila ada keluhan nyeri akibat kontraksi uterus terutama saat laktasi.
MASALAH TRAKTUS URINARIUS
24 jam pasca persalinan, pasien umumnya menderita keluhan miksi akibat :
  • Depresi pada reflek aktivitas detrussor yang disebabkan oleh tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan.
  • Fase diuresis pasca persalinan, bila perlu retensio urine dapat diatasi dengan melakukan kateterisasi.
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar.
10% pasien pasca persalinan menderita inkontinensia (biasanya stress inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Retensio Urine
  • Sensasi dan kemampuan pengosongan kandung kemih terganggu akibat pemberian anaestesi atau analgesi.
  • Ching-chung dkk (2002) : angka kejadian retensio urine pasca persalinan 4%
  • Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dauer catheter selama 24 jam
  • Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka nampaknya ada gangguan proses urinasinya. Maka biarkan kateter tetap terpasang dan dibuka – tutup setiap 4jam, bila volume urine < 200 ml – kateter dilepas dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa
Retensio urine kemungkinan oleh karena hematoma atau edema sekitar urtehra sehingga terapi meliputi : antibiotika dan obat anti inflamasi,
MASALAH PENCERNAAN
Sejumlah pasien pasca persalinan mengeluh konstipasi yang umumnya tidak memerlukan intervensi medis. Bila perlu dapat diberi obat pencahar supositoria ringan (dulcolax).
Haemorrhoid yang diderita selama kehamilan akan menyebabkan rasa sakit pasca persalinan dan keadaan ini memerlukan pemberian obat supositoria.
NYERI PUNGGUNG
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga dan menetap setelah persalinan dan pada masa nifas.
Kejadian ini terjadi pada 25% wanita dalam masa puerperium namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari mereka sejak sebelum kehamilan.
Keluhan ini menjadi semakin hebat bila mereka harus merawat anaknya sendiri.
MASALAH PSIKOLOGI PADA MASA NIFAS
Keberadaan bayi tidak jarang justru menimbulkan “stress” bagi beberapa ibu yang baru melahirkan.
Ibu merasa bertanggung jawab untuk merawat bayi, melanjutkan mengurus suami, setiap malam merasa terganggu dan sering merasakan adanya ketidak mampuan dalam mengatasi semua beban tersebut.
Banyak wanita pasca persalinan menjadi sedih dan emosional secara temporer antara hari 3 – 5 (third day blues) dan kira-kira 10% diantaranya akan mengalami depresi hebat.
“Third Day Blues”
Etiologi tak jelas, diperkirakan karena gangguan keseimbangan hormonal, reaksi eksitasi akibat persalinan dan perasaan tak mampu untuk menjadi seorang ibu.
“Third days blues” dapat berupa :
  • Lanjutan rasa cemas saat kehamilan dan proses persalinan
  • Rasa tak nyaman pada masa nifas dan tak mampu menjadi orangtua.
  • Ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan berguna
  • Rasa lelah pasca persalinan dan kurang tidur /istirahat
  • Penurunan gairah seksual atau tidak lagi menarik seperti waktu masih gadis
  • Labilitas emosional.
  • Depresi berat sampai beberapa minggu-bulan.
Penatalaksanaan : terapi medis, diskusi dengan paramedis, penjelaskan mengenai apa yang terjadi dan bila pasien menghendaki maka kunjungan keluarga dibatasi.
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa rooming-in dapat mengurangi kejadian “third days blues”
Seksualitas Pasca Persalinan
  • Setelah persalinan, waktu serta perhatian ibu banyak tersita untuk mengurus bayinya.
  • Bila terdapat cedera perineum akibat persalinan, maka vagina dan perineum akan mengalami ketegangan selama beberapa minggu.
  • Gairah seksual seringkali mengalami penurunan.
  • Pada beberapa ibu yang memberikan ASI dapat terjadi penurunan libido dan menderita kekeringan pada vagina.
  • Hubungan seksual bukan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kenikmatan seksual dan wanita tersebut masih dapat menerima rangsangan seksual dalam bentuk sentuhan atau rangsangan lain yang tak jarang berlanjut dengan hubungan seksual intercourse dan dapat menyebabkan terjadinya orgasmus pada wanita.
  • Konsultasi dan advis dari dokter kadang diperlukan bila terdapat penurunan gairah seksual pasca persalinan yang terlalu berat.


KONTRASEPSI dan STERILISASI
Masa puerperium dini adalah saat terbaik untuk membahas mengenai kontrasepsi.
Masa infertilitas anovulatoar hanya berlangsung selama 5 minggu pada pasien yang tidak memberikan ASI dan 8 minggu pada yang memberikan ASI secara penuh.
Tubektomi dikerjakan saat SC atau maksimum 24 – 48 jam pasca persalinan normal.
Beberapa pasangan menghendaki agar tubektomi dilakukan 6 – 8 minggu pasca persalinan untuk memberikan kesempatan bagi kesehatan anak dan memahami sepenuhnya arti sterilisasi permanen bagi keluarganya.
Kontrasepsi alamiah dimulai segera setelah pasien mendapatkan haid. Perlindungan kontrasepsi alamiah pada pemberi ASI sekitar 98% sampai selama 6 bulan.
Pada pasien non laktasi, pemberian kontrasepsi oral kombinasi ( sediaan kombinasi estrogen < 35 µg dan progestin ) diberikan paling cepat 2 – 3 minggu pasca persalinan, jangan melakukan pemberian yang terlalu dini oleh karena pasien masih dalam “hypercoagulable state”
Pada pasien laktasi dapat diberikan kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin (norethindrone 0.35 mg) atau injeksi Depo-Provera® 150 mg setiap 3 bulan agar tidak terjadi penekanan proses laktasi.
Implan Levonorgestrel dapat diberikan setelah laktasi berlangsung dengan lancar (segera atau 6 minggu pasca persalinan), keberatan penggunaan metode ini adalah: perdarahan iregular, mahal dan kesulitan dalam pemasangan atau pengeluaran.
IUD ( copper containing T Cu Ag® , Paraguard t 380A® , Progesterone-releasing Progestasert ®, levonorgestrel-releasing Mirena ® ) sangat efektif dalam pencegahan kehamilan dan sebaiknya dipasang pada kunjungan post partum pertama atau segera setelah persalinan (kejadian ekspulsi sangat tinggi)
Jenis kontrasepsi bagi ibu pada masa laktasi
  1. Kontrasepsi oral jenis ‘Progestine–only’ 2 - 3 minggu pasca persalinan
  2. Depo Provera® 6 minggu pasca persalinan
  3. Implan hormon 6 minggu pasca persalinan
  4. Kontrasepsi oral kombinasi diberikan 6 minggu pasca persalinan dan hanya bila ASI sudah berlangsung dengan baik dan status gizi anak harus diawasi dengan baik
PEMERIKSAAN PASCA PERSALINAN
Kunjungan pasca persalinan pertama (4 – 6 minggu)
  1. Anamnesa mengenai perdarahan pervaginam.
  2. Tekanan darah dan berat badan.
  3. Darah lengkap.
  4. Pemeriksaan payudara:
    1. Pemakaian BH yang sesuai atau memadai.
    2. Kelainan puting dan masalah laktasi.
  5. Pemeriksaan vagina, kondisi hipoestrogen yang menyebabkan kekeringan epitel vagina diatasi dengan pemberian krim estrogen menjelang tidur malam.
  6. Inspeksi servik [ bila perlu dilakukan hapusan papaniculoau].
  7. Pemeriksaan luka perineum.
  8. Pemeriksaan bimanual pada uterus dan adneksa.
  9. Konsultasi mengenai: pekerjaan profesional rutin, metode kontrasepsi, dan perencanaan kesejahteraan dalam keluarga.

1 komentar: